Tuesday, April 19, 2011

PERAYAAN HARI BURUH SEDUNIA 1 MEI 2011


Kemerdekaan sudah kita raih bersama dari tangan penjajah , dimana pada waktu itupun kaum buruh punya andil besar dalam kemerdekaan Indonesia , dimana justru kaum buruh lah yang pertama kali melakukan perlawanan terhadap penjajah pada jaman penjajahan baik dengan perlawan fisik maupun perlawanan politik , perlawanan tersebut adalah dengan cara melakukan pemogokan pemogokan di perusahaan perusahaan milik Belanda . tapi sampai saat ini rupanya Kaum Buruh belum juga menikmati kemerdekaan yang sejati begitu juga para petani , nelayan dan rakyat kelas bawah , dimana masih hidup dibawah garis kemiskinan dan serba kekurangan akibat tingkat kesejahteraan kita yang makin tidak dipedulikan oleh wakil wakil rakyat kita di DPR yang telah mengunakan suara suara kaum buruh ,petani dan nelayan serta rakyat kelas bawah untuk menikmati gaji dan kursi empuk di Dewan Perwakilan Rakyat , begitu juga Pemerintahan SBY –Budiono dan para jajaran kabinet , yang seakan mereka telah lupa untuk memperjuangkan nasib kita seperti pada saat janji kampanye mereka terutama mengenai taraf kesejahteraan kita .

Upah yang rendah, kondisi kerja yang buruk dan harga-harga kebutuhan pokok yang terus meroket adalah realitas yang harus dihadapi kaum buruh tiap hari. Dimana semua kita rasakan sebagai kaum buruh dalam kehidupan sehari hari , baik untuk menuhi kebutuhan hidup keluarga kita , pendidikan anak anak kaum buruh , biaya kesehatan , dan biaya untuk hunian bagi kaum buruh yang layak .yang lebih menyedihkan nampaknya pemerintah selaku penyelenggara Negara tidak peduli atas penderitaan kaum buruh. Banyak kebijakan pemerintah yang tidak berpihak pada buruh antara lain, politik upah murah, pengekangan kebebasan berorganisasi, system hubungan kerja outsorching (kerja kontrak) dan tidak adanya jaminan bekerja. Jaminan kesehatan , serta hunia rumah murah bagi kaum buruh

Ditengah keprihatinan kaum buruh tersebut, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia justru menyetujui pembangunan gedung baru DPR yang menghamburkan uang Negara tak kurang dari Rp 1,3138 Triliyun.

Korupsi yang merajarela , mafia pajak dan mafia hukum dikepolisian , kejaksaan ,pengadilan dan KPK , dan pungli dimana yang tumbuh subur merupakan salah satu musuh bersama kaum buruh , dimana itu semua adalah suatu rintangan untuk meningkatkan kesejahteranan

Sudah saatnya kita butuh perubahan haluan ekonomi dan politik baru yang bersih dan yang berpihak kepada kaum buruh ,tapi Kaum buruh tidak akan mengunakan jalan kekerasan dan anarkisme dalam menuntut perubahan .Oleh karena itu kaum buruh harus berjuang untuk merubah nasibnya sendiri

Penjualan BUMN dan 'Bancakan' Politik Tumbuh Subur di Era SBY

SATU lagi BUMN (Badan Usaha Milik Negara) yang mempunyai nilai strategis dijual oleh pemerintah SBY yaitu Garuda Indonesia. Dikatakan strategis karena Garuda adalah airlines yang merupakan flag carrier bagi Indonesia, dan bahkan Garuda hampir menguasai semua pangsa pasar domestik. Selain itu, juga Garuda adalah merupakan satu-satunya airlines yang memiliki hak untuk mengangkut jemaah haji Indonesia setiap tahun.

Tentu saja hal tersebut di atas merupakan nilai kestategisan dari BUMN penerbangan ini. Namun sungguh sangat disayangkan akhirnya pemerintah SBY menjual Garuda Indonesia dengan dalih untuk lebih transparan dalam penegelolaannya. Dan alasan transparanlah yang selalu dijadikan alasan pemerintah SBY untuk melakukan penjualan besar besaran BUMN milik rakyat Indonesia.

Garuda telah melepas saham baru 6,335 miliar lembar kepada publik. Ini setara dengan 26,67% dari total modal yang ditetapkan. Dengan harga pelaksanaan Rp 750 per lembar maka diharapakan dana yang dapat Rp 4,751 triliun. Namun hasil dari penawaran saham perdana atau initial public offering (IPO) Garuda Indonesia tidak begitu signifikan, malah cenderung menurunkan company value dari Garuda Indonesia.

Debut awal saham maskapai plat merah PT Garuda Indonesia Tbk mengecewakan karena langsung melemah. Seperti diketahui, harga saham Garuda pada pencatatan saham perdana dibuka turun Rp 50 ke level Rp 700 dari harga perdananya Rp 750 per lembar. Dan saham Garuda turun sampai berada di kisaran Rp 650 per lembar saham, dan sempat menyentuh harga terendah di Rp 580 per lembar.

Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), sebanyak 47,48% atau 3.008.406.725 lembar saham dari total saham PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) terserap oleh penjamin emisi karena sepinya permintaan. Hanya 3.327.331.275 lembar yang terserap oleh pasar, baik melalui pooling ataupun institusi.

Penyebab kurang minatnya investor terhadap saham Garuda juga disebabkan uang hasil IPO Garuda tidak dinikmati Garuda sendiri. Pasalnya, ada hak saham milik Bank Mandiri, dari utang perseroan yang kemudian dikonversi menjadi saham perdana. Saham Garuda milik BMRI sebanyak 1,9 miliar lembar, sedangkan milik BUMN Aviasi sendiri 4,4 miliar lembar. Dengan demikian jatuh murni Garuda atas saham IPO miliknya, Rp 3,3 triliun, sedangkan untuk BMRI Rp 1,451 triliun. Sehingga, investor akan berpikir kembali untuk membeli saham Garuda sebab sama saja investor beli utang Garuda kepada Bank Mandiri.

Peyebab dari tidak terlalu berminatnya investor untuk membeli saham Garuda dan sepinya permintaan saham Garuda adalah dikarenakan kondisi harga minyak dunia yang tidak stabil serta cenderung tembus pada kisaran 100 US dollar per barel, tentu saja ini akan berpengaruh terhadap biaya operasional Garuda. Sementara daya beli di dalam negeri semakin menurun akibat inflasi tentu saja ini akan mempengaruhi keuntungan Garuda yang berujung pada rendahnya penerimaan deviden.

Apalagi, saat ini Pertamina dalam penjualan fuel untuk pesawat terbang dengan sistim cash and carry, sehingga ini juga akan meyebabkan terganggunya cash flow Garuda. Dari naiknya harga minyak dunia sendiri sudah memakan satu BUMN yang bergerak di penerbangan yaitu Merpati Airlines yang merupakan anak perusahaan Garuda Indonesia dimana, Pertamina tidak lagi memberikan utangan Fuel dan meminta sistim cash and carry.

Peyebab lainya adalah keadaan ekonomi makro dalam pemerintahan SBY cenderung semakin merosot dan pengangguran semakin meningkat, serta ketidakmampuan dari pemerintah SBY dalam menjaga keadaan keamanan nasional yang kondusif seperti kejadian kerusuhan Cikeusik dan pembakaran Gereja di Temanggung serta menjadikan country risk yang meningkat, tentu hal ini menjadi catatan investor asing untuk membeli saham Garuda Indonesia.

Sedangkan untuk investor dalam negeri tentu akan berpikir ulang juga untuk membeli saham Garuda melihat kondisi. Kegagalan IPO Garuda Indonesia adalah bukti turunnya kepercayaan investor terhadap Pemerintahan SBY. Jadi, bisa disimpulkan bahwa Pemerintahan SBY sudah tidak dipercaya lagi kinerjanya dan integritasnya oleh investor lokal dan luar negeri.

Bancakan Politik dan Sarang Korupsi
Era pemerintahan SBY sekarang ini, Operational Expediture (belanja opersional) BUMN yang tinggi adalah juga bukti bahwa BUMN masih menjadi bancakan politik dan sarang korupsi. Hal lain yang menjadi catatan investor untuk membeli terhadap saham-saham BUMN baik yang sudah listing, akan IPO dan akan right isuue, ternyata BUMN lebih banyak mengeluarkan cost untuk melakukan belanja operasional (operational expediture) yaitu hampir Rp 1000 trilyun untuk keseluruhan BUMN baik yang sudah go publik maupun belun go publik dibandingakan belanja modal (Capital Expenditure) yang hanya berkisar Rp 300 trilyunan.

Hal ini menunjukkan jika opersional expenditure lebih besar dibandingkan belanja modal berarti BUMN belum berjalan dengan efisien dan bertendensi banyak penyelewengan dan BUMN masih dijadikan bancakan politik bagi pemerintah yang memerintah serta partai politik dan elit politik yang berkuasa.

Biasanya sumbangan untuk partai politik dan sejumlah elit politik dan Pejabat atau untuk anggota DPR dalam meloloskan ijin untuk melakukan IPO suatu BUMN dan sesuatu keputusan bisnis yang crusial yang harus melalui ijin DPR, BUMN menggunakan dana yang diposkan pada belanja operationalnya. Jadi, tidak heran kalau operational expenditure BUMN membengkak sampai Rp 1000 trilyun.

Untuk belanja modalpun (Capital expediture) tidak luput dari korupsi Seperti pada kasus PT Bukit Asam yang merupakan BUMN yang sudah Go Publik pun tidak menjamin. BUMN tersebut akan dikelola secara transparan dan tidak dikorupsi, dimana dalam kasus pengadaan Floating Crane tidak luput dari dugaan mark-up yang pada akhirnya menimbulkan kerugian pada PT Bukit Asam sebesar Rp 362,4 milyar.

Fatalnya lagi, 2 (dua) direksinya yaitu Direktur Operasional/Produksi Milawarma dan Tiendas Mangeka selaku Direktur operasi sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung tetapi belum kunjung ditahan.

Berkelitnya dua direksi PT Bukit Asam yang mengatakan bahwa belanja modal untuk PT Bukit Asam berupa floating crane tidak mengunakan dana APBN sehingga tidak bisa dijerat pasal korupsi adalah salah besar. Sebab, biar bagaimanapun BUMN adalah milik negara dan tunduk pada undang-undang Kekayaan negara. Sehingga, perbuatan dugaan mark-up floating crane di PT Bukit Asam adalah murni korupsi.

Karena itu, kami medesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk segera melakukan investigasi terhadap tingginya operational expenditure BUMN yang tidak wajar dan di duga banyak penyelewengan. Kami juga meminta Kejaksaan Agung, terutama pada Jaksa Agung Basrie Arief (yang diduga pernah menjadi penasehat hukum ke dua direksi PT Bukit Asam ketika pensiun dari Kejaksaan Agung) untuk segera menangkap dua direksi PT Bukit Asam dalam kasus Floating Crane. (**)