Thursday, April 5, 2007

Presiden Terima Pengusaha Dan Buruh

Written by Redaksi
Apr 07, 2006 at 05:46 PM
Jakarta ( Berita ) : Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada Jumat siang menerima para pengusaha dan perwakilan pimpinan sejumlah serikat buruh, dua hari setelah terjadinya demonstrasi besar-besaran di Jakarta oleh kalangan buruh dalam menentang revisi UU No 13/2003 tentang Ketenagakerjaan.
Presiden menerima para pengusaha dan para buruh tersebut di Wisma Negara lantai 2, yang terletak di dalam kompleks Istana Kepresidenan.

Pertemuan tersebut dilakukan secara tertutup, yaitu tidak boleh diliput oleh para wartawan.

Dari pihak pemerintah, hadir antara lain Wakil Presiden Jusuf Kalla, Menko Perekonomian Boediono, Menko Kesra Aburizal Bakri, Menakertrans Fahmi Idris, Menkeu Sri Mulyani Indrawati, Menneg Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Paskah Suzetta dan Sekretaris Kabinet Sudi Silalahi.

Sementara dari pihak pengusaha dan pimpinan serikat buruh, hadir antara lain Kamar Dagang dan Industri (Kadin), Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Serikat Pekerja BUMN, SPSI Reformasi, SP Metal, KSBSI, FSP BUMN Bersatu, SP BUN, K SPSI dan Sarbumusi.

Sebelumnya, menyusul demonstrasi besar-besaran buruh yang menentang revisi UU No 13/2003, Menakertrans Fahmi Idris mengatakan bahwa pemerintah, asosiasi pengusaha dan buruh harus segera memformulasikan titik temu secara tegas dan jelas agar kegiatan industri tidak terganggu.

Bulog Berharap Dana Raskin Segera Cair

Perum Bulog berharap dana pembayaran subsidi beras seperti raskin senilai Rp 1,6 triliun dari pemerintah segera dicairkan untuk pembayaran utang ke bank."Kita berharap pencairan dana untuk beras subsidi dapat cair tahun ini. Sebab, semuanya akan digunakan untuk membayar utang Bulog ke bank," kata Direktur Keuangan Perum Bulog Saean Achmadi di sela-sela acara donor darah yang dilaksanakan oleh Serikat Karyawan (Sekar) Perum Bulog, di Jakarta, Senin (5/6).Selama ini, katanya, Bulog punya utang yang 'back up'-nya beras. Sedangkan pembayaran tagihan utang tersebut ditujukan kepada pemerintah. Bulog harus membayar utang kepada tiga bank, yakni BRI, Bukopin dan Mandiri. Ia mengatakan, sebenarnya dana Rp 1,6 triliun itu sendiri sudah ada di Departemen Keuangan (Depkeu). Namun, harus diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)."Mudah-mudahan BPK cepat melakukan pemeriksaan, biasanya dilakukan antara dua sampai tiga bulan," katanya.Ia menyebutkan, Rp 1,6 triliun itu merupakan tagihan Bulog ke pemerintah untuk beras bersubsidi atau raskin selama empat tahun terakhir atau sejak 2002. "Tagihan itu belum mengganggu 'cash flow' Bulog, namun pencairan dana sedikitnya akan memperbaiki posisi keuangan pembayaran utang," katanya.

Serikat karyawan BULOG

Berikut ini adalah isi tembolok G o o g l e untuk http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=145930 yang direkam pada 23 Feb 2007 12:05:59 GMT.Tembolok G o o g l e adalah salinan dari laman web yang kami ambil ketika menelusuri web.Laman ini mungkin telah berubah sejak saat itu. Klik di sini untuk laman yang sekarang tanpa stabilo.Laman tembolok ini bisa saja acuan gambarnya sudah tak tersedia lagi. Klik di sini untuk melihat tembolok versi teks.Untuk menautkan atau menandai situs ini, gunakan URL berikut: http://www.google.com/search?q=cache:uL_U0nR16p8J:www.suarakarya-online.com/news.html%3Fid%3D145930+sekar+bulog&hl=id&ct=clnk&cd=9&gl=id
Google tak ada kaitannya dengan pemilik/pembuat laman ini, dan juga tak bertanggung jawab atas kandungan materi yang terdapat di dalamnya.
Kata kunci yang dipakai untuk penelusuran sudah distabilo
sekar
bulog
Bulog TagihDana Raskin Rp 1,6 Triliun" name=description>
A:link {
color : 0000ff;
text-decoration : none;
}
A:visited {
color : 330099;
text-decoration : none;
}
A:hover {
color : FF0000;
text-decoration : underline;
}

Jumat, 23 Februari 2007





Ekonomi













KEBIJAKAN EKONOMIMafia Berkeley Tak Ingin Indonesia Mandiri
JAMSOSTEKPengelolaan Dana Lebih Transparan
PERBAIKAN JALANKeterbatasan Anggaran Jangan Dijadikan Alasan
APBNMenkeu Tak Kredibel dalam Menetapkan Target
PERLINDUNGAN TKI Pencabutan Izin Asuransi Sesuai Hukum
KEBIJAKAN EKONOMIPresiden Diminta Tak Hiraukan Mafia Berkeley
PERUNDINGAN WTORI Tetap PerjuangkanProduk Khusus Pertanian
BAHAN BAKAR NABATIPresiden Jamin Produksi Jarak Petani Ditampung
RAKERNAS HIPMIPengusaha Berprestasi Dapat Insentif Pajak
INFRASTRUKTURPerencanaan dan Transparansi PU Dinilai Lemah
Kilas Ekonomi
Sampoerna Gelar Lomba Karya Jurnalistik

KEHUTANANKran Ekspor Log HTR Dibuka Tahun 2009
arsip


PANGANBulog TagihDana Raskin Rp 1,6 Triliun
Selasa, 6 Juni 2006JAKARTA (Suara Karya): Perum Bulog berharap dana pembayaran subsidi beras seperti raskin senilai Rp1,6 triliun dari pemerintah segera dicairkan untuk pembayaran utang ke bank.
"Kita berharap pencairan dana untuk beras subsidi dapat cair tahun ini, yang kesemuanya akan digunakan untuk membayar utang Bulog ke bank," kata Direktur Keuangan Perum Bulog, Saean Achmadi di sela acara donor darah yang dilaksanakan oleh Serikat Karyawan (Sekar) Perum Bulog, di Jakarta, Senin.
Selama ini, Bulog memiliki utang yang back up-nya beras, sedangkan pembayaran tagihan utang tersebut ditujukan kepada pemerintah. Bulog harus membayar utang kepada tiga bank, yakni BRI, Bukopin dan Mandiri.
Ia mengatakan, sebenarnya dana Rp1,6 triliun itu sendiri sudah ada di Departemen Keuangan (Depkeu) namun harus diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
"Mudah-mudahan BPK cepat melakukan pemeriksaan, biasanya dilakukan antara dua sampai tiga bulan," katanya.
Ia menyebutkan, Rp 1,6 triliun itu merupakan tagihan Bulog ke pemerintah untuk beras bersubsidi atau raskin selama empat tahun terakhir atau sejak 2002.
"Tagihan itu belum mengganggu cash flow Bulog, namun pencairan dana sedikitnya akan memperbaiki posisi keuangan pembayaran utang," katanya.
Bersamaan dengan itu, Bulog juga menggelar aksi donor darah sebagai bentuk keperdulian terhadap korban gempa di Yogyakarta dan Jawa Tengah.
Aksi ini disponsori oleh Serikat Karyawan Bulog (Sekar) bekerjasama dengan PMI dan didukung pula oleh berbagai kalangan baik dari masyarakat umum dan pedagang kaki lima.
Target yang hendak dicapai dalam aksi ini adalah mendapatkan 100 kantung darah yang akan langsung diberikan untuk keperluan pengobatan para korban gempa. (Ant)
Politik Hukum Ekonomi Metropolitan Nusantara Internasional Hiburan Humor Opini About Us
Copy Right ©2000 Suara Karya OnlinePowered by Hanoman-i

Indonesia Tariff Survey: Hutch Pricing Comparisons

We collate below the Hutch Indonesia prepaid tariffs launched yesterday and compare it to all other prominent brands in Indonesia.
Headline Prepaid features: Approx 20-30% cheaper than GSM
Hutch off-net local rates are 31-34% cheaper compared to the average GSM for both peak and off-peak; and even 10% cheaper to Mobile-8 CDMA tariffs. They are slightly expensive compared to the Bakrie fixed wireless tariffs.
Hutch off-net long distance rates are 16-18% cheaper compared to the average GSM for both peak and off-peak. Slightly expensive to the Mobile-8 and Bakrie tariffs.
Hutch has priced its on-net plans extremely cheap, given the empty status of a new network. However we don't think on-net matters right now with no subscribers on the network.
SMS is however more expensive than any other operator.
Features Worth Noting: Free Talktime less than GSM incumbents, Chargeability on Per Minute Basis (A big turn-off for Indo subs)
The starter pack free talktime for other operators is Rp10,000 - for Hutch it is only Rp5,000 off-net. So the subscriber in gaining the cheaper tariffs, loses Rp5,000 worth of talktime (~10% of industry ARPU). There is another Rp10,000 free on-net talktime, but we would consider the on-net immaterial due to lack of subs in its network.
The chargeability is on a per minute basis where as KartuAs and Bebas are chargeable on per second basis; and all other GSM tariffs are on per 30 sec basis. Our understanding is that subscribers have shorter calling durations in Indonesia.
By charging on a per minute basis, Hutch is able to create the marketing headlines and at the same time attempts to generate a decent ARPU. However we think this will limit MOUs to 30-35 minutes, which at these tariffs will equate to Rp30-32k ARPU.
Implications:
The 20-30% cheaper rates are mostly as expected; and so is the per minute features. Hutch pricing strategy and discount is similar to that in Vietnam launched a few months earlier. These tariffs put Hutch in direct competition with the CDMA fixed wireless operators (same coverage and tariffs).
As highlighted earlier, these cheaper tariffs could lead to some short-term weakness in incumbents Telkom and Indosat stocks. However the lack of Hutch coverage (capex remains too low in our view), per minute chargeability (unattractive to customers in our view) and expensive SMS (important to Indonesians) are unlikely to cause any material impact on the incumbents this year.
The tariff survey is based on our Hutch Indonesia call center discussions and their website review.

Sunday, April 1, 2007

indikasi korupsi di PT. Merpati nusantara airlines

1. Pengadaan Pesawat Twin Otter DHC-6 (MIRI)
Dari hasil Notisi Audit APBJ PT. MNA tanggal 19 Juli 2005 tentang pengadaan pesawat Twin Otter DHC-6 yang dilakukan oleh PT. Merpati Nusantara Airlines dengan PT. Zenith Aircraft (M) SDN. BHD sesuai Kontrak Kerja pada tanggal 15 januari 2004 dan tanggal 1 April 2004 didapati adanya potensial kerugian bagi PT. Merpati Nusantara Airlines yang cukup besar yaitu USD 297.500,00. (Data terlampir)
Indikasi kerugian adalah pesawat Twin Otter DHC-6 yang dibeli dengan harga mahal ternyata tidak laik untuk dibeli, karena masih harus di kirim beberapa sparepart hasil kanibal beberapa pesawat Twin Otter milik PT. Merpati sendiri (data Pengiriman barang Sparepart terlampir)

2. Penyimpangan Muatan Cargo
Sesuai Surat Muatan Udara (SMU) PT. Merpati Nusantara Airlines dari salah satu daerah (Origin PKU) dan sesuai Sales Agreement diindikasikan adanya penyimpangan, dimana seharusnya PT. Merpati dapat meraih keuntungan yang cukup baik yaitu dapat menjual Cargo dengan harga Rp. 3.500,- (Tiga Ribu Lima Ratus Rupiah) per kilo, tetapi dengan Sales Agreement hanya dihargai sebesar Rp. 900,-(Sembilan Ratus Rupiah) Sales Agreement tahun 2004 dan Rp. 800,- (Delapan Ratus Rupiah) Sales Agreement tahun 2006 (Data terlampir)

3. Biaya Direksi
Direksi PT. Merpati Nusantara Airlines berusaha untuk memperkaya diri sendiri dengan mengeluarkan Biaya Management dan Biaya Entertainment pada bulan Juli 2006 yang masing-masing Direktur mendapat uang sebesar Rp. 23.000.000,- (Dua Puluh Tiga Juta Rupiah) kecuali Direktur Utama yaitu sebesar Rp. 24.000.000,- (Dua Puluh Empat Juta Rupiah) yang menurut Direksi untuk biaya Entertainment Direktorat dijajarannya, tetapi kenyataannya biaya tersebut langsung masuk ke Kas pribadi para Direksi PT. Merpati. (Data terlampir)
Sementara kondisi PT. Merpati semakin terpuruk dengan kondisi yang telah salah urus oleh Management saat ini, para Direksi seharusnya tidak melakukan hal ini karena setiap bulannya telah diberikan Gaji dan Fasilitas sesuai peraturan di PT. Merpati dan sementara itu kesejahteraan di pihak karyawan yang sesuai PKB (Perjanjian Kerja Bersama) harus di petuhi oleh Direksi tetapi kenyataannya dilanggar dan tidak dipatuhi.

4. Penyimpangan Dana Talangan Pemerintah sebesar 75 Milyar
“Menurut Direktur Utama PT Merpati Nusantara Airliners Hotasi Nababan dana talangan dari pemerintah sebesar Rp75 miliar akan mampu menciptakan pendapatan sebesar Rp. 4,6 miliar per bulan. Dana tersebut akan digunakan untuk mengaktifkan kembali 11 pesawat milik Merpati yang selama ini dikandangkan (grounded) dan untuk meningkatkan jumlah kapasitas pengangkutan hingga 45 ribu orang per bulan. Dengan penambahan tersebut, jumlah pesawat Merpati berukuran besar manjadi sekitar 40 unit. Ia menjelaskan, dana talangan tersebut juga dapat mendorong Merpati untuk lebih meningkatkan pelayanan ke daerah-daerah terpencil di wilayah Indonesia bagian timur. Dengan menambah empat pesawat jenis Twin Otter untuk kawasan Papua, tiga unit pesawat jenis Cassa untuk Sulawesi dan Maluku, dua pesawat jenis Fokker-27 untuk menerbangi Nusa Tenggara, sedangkan satu Fokker-100 untuk melayani kota-kota kecil seperti Ternate, Sorong dan Manokwari (News MNA 23 may 2006).
Pada kenyataannya dana talangan tersebut tidak digunakan sebagai mana mestinya Armada sudah operasi sebelumnya dan saat ini sudah dilakukan negosiasi dengan PT. Pertamina untuk menunda pembayaran Fuel / Bahan Bakar (Avtur) pesawat yang akan merugikan PT. Merpati dengan pembayaran bunga cukup tinggi. (Data terlampir)

5. Indikasi Penyimpangan Lain-lain (Sewa Pesawat dan Pengadaan Spare Part Pesawat, Pengadaaan Barang dan Jasa)
Indikasi penyimpangan lain-lain yang masih banyak dan harus ditelusuri adalah masalah Sewa Pesawat, Pengadaan Spare Part Pesawat dan Pengadaan Barang dan Jasa yang menurut hemat kami adanya Mark up yang cukup besar dan mengakibatkan kerugian yang cukup besar bagi PT. Merpati Nusantara Airlines.
Indikasi lain adalah beberapa aktiva Tanah dan bangunan yang akan dijual dengan harga yang sangat murah.

Demikian informasi dan indikasi penyalah gunaan kewenangan jabatan serta pengelolaan management (BOD) saat ini, disengaja mengakibatkan PT. Merpati merugi dan terpuruk.

Jakarta, 2 Agustus 2006



Tim Peduli PT. Merpati Nusantara Airlines

indikasi korupsi di PT. Merpati nusantara airlines

1. Pengadaan Pesawat Twin Otter DHC-6 (MIRI)
Dari hasil Notisi Audit APBJ PT. MNA tanggal 19 Juli 2005 tentang pengadaan pesawat Twin Otter DHC-6 yang dilakukan oleh PT. Merpati Nusantara Airlines dengan PT. Zenith Aircraft (M) SDN. BHD sesuai Kontrak Kerja pada tanggal 15 januari 2004 dan tanggal 1 April 2004 didapati adanya potensial kerugian bagi PT. Merpati Nusantara Airlines yang cukup besar yaitu USD 297.500,00. (Data terlampir)
Indikasi kerugian adalah pesawat Twin Otter DHC-6 yang dibeli dengan harga mahal ternyata tidak laik untuk dibeli, karena masih harus di kirim beberapa sparepart hasil kanibal beberapa pesawat Twin Otter milik PT. Merpati sendiri (data Pengiriman barang Sparepart terlampir)

2. Penyimpangan Muatan Cargo
Sesuai Surat Muatan Udara (SMU) PT. Merpati Nusantara Airlines dari salah satu daerah (Origin PKU) dan sesuai Sales Agreement diindikasikan adanya penyimpangan, dimana seharusnya PT. Merpati dapat meraih keuntungan yang cukup baik yaitu dapat menjual Cargo dengan harga Rp. 3.500,- (Tiga Ribu Lima Ratus Rupiah) per kilo, tetapi dengan Sales Agreement hanya dihargai sebesar Rp. 900,-(Sembilan Ratus Rupiah) Sales Agreement tahun 2004 dan Rp. 800,- (Delapan Ratus Rupiah) Sales Agreement tahun 2006 (Data terlampir)

3. Biaya Direksi
Direksi PT. Merpati Nusantara Airlines berusaha untuk memperkaya diri sendiri dengan mengeluarkan Biaya Management dan Biaya Entertainment pada bulan Juli 2006 yang masing-masing Direktur mendapat uang sebesar Rp. 23.000.000,- (Dua Puluh Tiga Juta Rupiah) kecuali Direktur Utama yaitu sebesar Rp. 24.000.000,- (Dua Puluh Empat Juta Rupiah) yang menurut Direksi untuk biaya Entertainment Direktorat dijajarannya, tetapi kenyataannya biaya tersebut langsung masuk ke Kas pribadi para Direksi PT. Merpati. (Data terlampir)
Sementara kondisi PT. Merpati semakin terpuruk dengan kondisi yang telah salah urus oleh Management saat ini, para Direksi seharusnya tidak melakukan hal ini karena setiap bulannya telah diberikan Gaji dan Fasilitas sesuai peraturan di PT. Merpati dan sementara itu kesejahteraan di pihak karyawan yang sesuai PKB (Perjanjian Kerja Bersama) harus di petuhi oleh Direksi tetapi kenyataannya dilanggar dan tidak dipatuhi.

4. Penyimpangan Dana Talangan Pemerintah sebesar 75 Milyar
“Menurut Direktur Utama PT Merpati Nusantara Airliners Hotasi Nababan dana talangan dari pemerintah sebesar Rp75 miliar akan mampu menciptakan pendapatan sebesar Rp. 4,6 miliar per bulan. Dana tersebut akan digunakan untuk mengaktifkan kembali 11 pesawat milik Merpati yang selama ini dikandangkan (grounded) dan untuk meningkatkan jumlah kapasitas pengangkutan hingga 45 ribu orang per bulan. Dengan penambahan tersebut, jumlah pesawat Merpati berukuran besar manjadi sekitar 40 unit. Ia menjelaskan, dana talangan tersebut juga dapat mendorong Merpati untuk lebih meningkatkan pelayanan ke daerah-daerah terpencil di wilayah Indonesia bagian timur. Dengan menambah empat pesawat jenis Twin Otter untuk kawasan Papua, tiga unit pesawat jenis Cassa untuk Sulawesi dan Maluku, dua pesawat jenis Fokker-27 untuk menerbangi Nusa Tenggara, sedangkan satu Fokker-100 untuk melayani kota-kota kecil seperti Ternate, Sorong dan Manokwari (News MNA 23 may 2006).
Pada kenyataannya dana talangan tersebut tidak digunakan sebagai mana mestinya Armada sudah operasi sebelumnya dan saat ini sudah dilakukan negosiasi dengan PT. Pertamina untuk menunda pembayaran Fuel / Bahan Bakar (Avtur) pesawat yang akan merugikan PT. Merpati dengan pembayaran bunga cukup tinggi. (Data terlampir)

5. Indikasi Penyimpangan Lain-lain (Sewa Pesawat dan Pengadaan Spare Part Pesawat, Pengadaaan Barang dan Jasa)
Indikasi penyimpangan lain-lain yang masih banyak dan harus ditelusuri adalah masalah Sewa Pesawat, Pengadaan Spare Part Pesawat dan Pengadaan Barang dan Jasa yang menurut hemat kami adanya Mark up yang cukup besar dan mengakibatkan kerugian yang cukup besar bagi PT. Merpati Nusantara Airlines.
Indikasi lain adalah beberapa aktiva Tanah dan bangunan yang akan dijual dengan harga yang sangat murah.

Demikian informasi dan indikasi penyalah gunaan kewenangan jabatan serta pengelolaan management (BOD) saat ini, disengaja mengakibatkan PT. Merpati merugi dan terpuruk.

Jakarta, 2 Agustus 2006



Tim Peduli PT. Merpati Nusantara Airlines